WELCOME

welcome to the blog may be useful for you

Total Tayangan Halaman

Survei

PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA

Kamis, 21 Juli 2011

BAGIAN I PENGANTAR ILMU HUKUM


                       BAB I
  ARTI DAN TUJUAN HUKUM

  Par.  1. MANUSIA DAN MASYARAKAT
 


     1. Manusia sebagai makhluk sosial

          Menurut kodrat alam, manusia di mana-mana dan pada zaman apapun juga selalu hidup bersama, hidup dalam kelompok. setidaknya hidup bersama yang terdiri dari dua orang, suami dan istri atau ibu dan bayinya.

     Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itu pun hanya untuk sementara waktu.

    Hidup menyendiri terlepas dari interaksi manusia dalam masyarakat, hanya mungkin terjadi di alam dongeng belaka, namun pada kenyataannya tidak mungkin terjadi. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat keinginan untuk berkumpul dengan sesamanya dalam satu kelompok, keinginan untuk bermasyarakat.

     Aristoteles (384 --- 322 SM), seorang ahli fikir Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON, yang berarti bahwa manusia pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.

     Manusia sebagai perorangan (individu) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat.

       Sebagai individu, manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yang ia inginkan dengan mudah.

example (contoh): Pak Tani baru dapat mengerjakan tanahnya setelah ia memperoleh alat-alat pertanian yang dibuat oleh pandai besi. pakaian yang dipakainya malah hasil karya tukang jahit; tukang jahit tidak dapat menghasilkan pakaian kalau tidak ada ahli tenun atau pekerja pabrik pekerja yang mengusahakan bahannya terlebih dahulu dan seterusnya.


     Lebih-lebih di zaman modern ini tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup secara layak dan sempurna tanpa bantuan/kerjasama dari orang lain.
 

2. Masyarakat

     Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Hidup bersama sebagai penghubung antara individu-individu dari tingkat yang berbeda, misalnya: hubungan suami-istri dalam rumah tangga, keluarga, suku bangsa, bangsa dan rumah tangga dunia. kehidupan bersama itu dapat berbentuk desa, kota, daerah, negara dan perserikatan  bangsa-bangsa.

      Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut masyarakat. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila terdapat dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup itu muncul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa satu dan yang lainnya saling kenal mengenal dan pengaruh-mempengaruhi.


3. Golongan-golongan dalam masyarakat
 
     Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan, misalnya kelompok-kelompok pelajar/mahasiswa di waktu beristirahat di sekolah / perguruan tinggi, kelompok-kelompok yang timbul karena hubungan keluarga, perkumpulan dan sebagainya.

       Adapun golongan-golongan dalam masyarakat itu disebabkan antara lain karena orang:

           a. merasa tertarik dengan orang lain tertentu

           b. merasa mempunyai kesukaan yang sama dengan orang lain

           c. merasa memerlukan kekuatan dan bantuan dari orang lain

           d. mempunyai hubungan darah dan daerah dengan orang lain

           e. mempunyai hubungan kerja dengan orang lain.

     Sifat golongan-golongan dalam masyarakat itu bermacam-macam dan tergantung pada dasar dan tujuan dari hubungan orang-orang dalam golongan itu.

Pada umumnya ada tiga macam golongan yang besar, yaitu:

   1) golongan yang berdasarkan hubungan kekeluargaan; perkumpulan; keluarga;.
           
   2) golongan yang berdasarkan hubungan kepentingan/pekerjaan; perkumpulan ekonomi, koperasi, serikat sekerja, perkumpulan sosial, perkumpulan kesenian, olah raga, dll.
           
   3) golongan yang berdasarkan hubungan tujuan/pandangan hidup atau ideologi; partai politik, perkumpulan keagamaan.

     Dalam suatu masyarakat kerap kali harus ada kerja sama antara golongan yang satu dan yang lain, misalnya antara golongan penghasil(produsen) barang keperluan hidup dan golongan pembeli(konsumen) antara golongan ilmu pengetahuan (cendekiawan) dan golongan industri dan seterusnya.

      Dalam suatu golongan sering kali tumbuh semangat yang khusus, yang berbeda dari semangat golongan lain. Semangat golongan dapat membahayakan, jika golongan itu merasa lebih penting, lebih tinggi, lebih kuasa dari golongan lain; karena itu untuk persatuan bangsa harus selalu diutamakan/didahulukan pembinaan semangat persatuan yang ditujukan kepada kepentingan bersama. Inilah yang menjadi tugas dan kewajiban tiap pemimpin golongan dalam masyarakat.

    Negara yang merupakan organisasi masyarakat yang berkekuasaan mempunyai kewajiban untuk mengatur agar keamanan terjamin dan ada perlindungan atas kepentingan tiap orang, dan agar tercapai kebahagiaan yang merata dalam masyarakat. Tidak hanya satu golongan saja yang dapat merasa bahagia, tetapi seluruh penduduk negara.


4. Bentuk masyarakat

 Masyarakat sebagai bentuk pergaulan hidup bermacam-macam ragamnya, di antaranya yaitu :
 a. yang berdasarkan hubungan yang diciptakan para anggotanya :
      1) masyarakat peguyuban (gemeinschaft), apabila hubungan itu bersifat kepribadian dan menimbulkan ikatan batin, misalnya rumah tangga, perkumpulan kematian dan sebagainya.
        2) masyarakat berdasarkan petembayan (gesellschaft), apabila hubungan itu bersifat tidak-keperibadian dan bertujuan untuk mencapai keuntungan kebendaan, misalnya firma, perseorangan komanditer, perseorangan terbatas dan lain-lain.

 b. yang berdasarkan sifat pembentukannya, yaitu :
       1) masyarakat yang teratur oleh karena sengaja diatur untuk tujuan tertentu, misalnya perkumpulan olah raga.
       2) masyarakat yang teratur tetapi terjadi dengan sendirinya, oleh karena orang-orang yang bersangkutan mempunyai kepentingan bersama, misalnya para penonton bioskop, penonton pertandingan sepak bola dan lain-lain.
       3) masyarakat yang teratur, misalnya para pembaca suatu surat kabar.

c. yang berdasarkan hubungan kekeluargaan; rumah tangga, sanak saudara, suku, bangsa dan lain-lain.

d. yang berdasarkan peri-kehidupan/kebudayaan :
       1) masyarakat primitif dan moderen
       2) masyarakat desa dan masyarakat kota
       3) masyarakat teritorial, yang anggota-anggotanya bertempat tinggal dalam satu daerah
       4) masyarakat genealogis, yang anggota-anggotanya mempunyai pertalian darah (seketurunan)
      5) masyarakat teritorial-genealogis, yang anggota-anggotanya bertempat tinggal dalam satu daerah dan mereka adalah seketurunan.


5. Pendorong hidup bermasyarakat

     Adapun yang menyebabkan manusia selalu hidup bermasyarakat ialah antara lain dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia, misalnya:
a. hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum
b. hasrat untuk membela diri
c. hasrat untuk mengadakan keturunan

      Adapun naluri (instinct) itu sudah ada pada diri manusia sejak ia dilahirkan, tanpa ada orang lain yang mengajarkannya. Keperluan akan makanan dan minuman termasuk keperluan primer untuk segala makhluk yang hidup baik hewan maupun manusia. Dalam usaha untuk mendapatkan keperluan hidupnya, manusia perlu mendapatkan bantuan orang lain. Hidup menyendiri akan menimbulkan kesulitan tiap usaha akan berhasil bila dikerjakan bersama, bantu-membantu.
          
      Dalam kenyataan kita melihat orang memburu hewan, menangkap ikan bersama-sama, bercocok tanam dan sebagainya dilakukan dengan bantu-membantu. Dari keinginan untuk memperoleh keperluan hidupnya secara mudah itu timbul dalam diri manusia suatu dorongan untuk hidup bersama, hidup bermasyarakat.

    Sebagai tantangan hidup kemanusiaan, ternyata alam tidaklah selalu bermurah hati kepada manusia. Berbagai bahaya selalu mengancam kehidupan manusia seperti : serangan bintang buas, bencana alam(banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi), penyakit, kelaparan, serangan suku bangsa lain, peperangan dan sebagainya.

      Dipandang dari segi kekuatan fisik/badaniah, manusia itu tergolong makhluk yang lemah. Oleh karena itu manusia seorang diri sulit untuk mempertahankan hidupnya. Manusia memerlukan adanya persatuan dalam menyusun usaha dan mempunyai rencana bersama untuk dapat membela diri, keluarga dan kelompoknya terhadap serangan binatang buas, penyakit, suku bangsa lain ataupun mengelakkan diri dari bencana alam dengan cara-cara yang efektif. Hasrat membela diri itu adalah salah satu sebab yang menimbulkan  keinginan hidup bersama, hidup bermasyarakat.
     Sudah menjadi kodrat alam pula, bahwa pada tiap-tiap manusia (yang normal) terdapat hasrat untuk melanjutkan jenisnya dengan mengadakan keturunan.Hal ini tentu tak dapat dilakukan orang-seorang. Hasrat itu menjadi dorongan untuk adanya bentuk hidup suami-istri, hidup berkeluarga dan akhirnya menjadi suatu masyarakat negara.

      Selain dari keinginan-keinginan yang timbul dari hati nurani dan kodrat alam itu, ada juga faktor-faktor pendorong lain untuk hidup bermasyarakat, ialah: ikatan pertalian darah, persamaan nasib, persamaan agama, persamaan bahasa, persamaan cita-cita kebudayaan dan persamaan keinsyafan bahwa mereka mendiami suatu daerah yang sama.
  
     Dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa bagi tiap individu hidup bersama itu merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dielakkan!


6. Tata hidup bermasyarakat

     Tiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk memperoleh  keperluan hidupnya.

     Tiap manusia mempunyai keperluan sendiri-sendiri. Sering kali keperluan itu searah serta berpadanan satu sama lain, sehingga dengan kerjasama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu akan lebih mudah dan lekas tercapai
.
     Akan tetapi acapkali pula kepentingan-kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas orang atau golongan yang lemah untuk menekankan kehendaknya.

    Apabila ketidak seimbangan perhubungan masyarakat yang meningkat kemudian perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul  perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur, manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah, norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat di mana ia hidup.
  
      Dengan sadar atau tidak, manusia dipengaruhi oleh peraturan-peraturan hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dan mengatur perhubungan antar manusia. Peraturan-peraturan hidup itu ancer-ancer perbuatan mana yang boleh dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari.

      Peraturan hidup itu memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia harus bertingkah laku dan bertindak di dalam masyarakat. Peraturan-peraturan  hidup seperti itu  disebut peraturan hidup kemasyarakatan.

      Peraturan hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata tertib dalam masyarakat, dinamakan peraturan hukum atau kaedah hukum.


Par.  2. PENGERTIAN HUKUM

1. Apakah sebenarnya hukum itu?

     Pertanyaan inilah yang mula pertama timbul dalam hati  setiap orang yang mulai mempelajari Ilmu Hukum.
Dahulu biasanya orang menjawab pertanyaan ini dengan memberikan definisi yang indah-indah.

     Definisi memang berharga, lebih-lebih jika definisi itu adalah hasil pikiran dan penyelidikan sendiri, yakni definisi yang dirumuskan pada akhir pelajaran.

    Juga definisi pada permulaan pelajaran ada manfaatnya, karena pada saat itu diberikan sekedar pengertian pada orang yang baru mulai mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan. Akan tetapi kurang tepat kiranya untuk memberikan defenisi tentang apakah yang dinamakan Hukum itu.

     Menurut Prof. Mr Dr L.J. Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul "Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (terjemahan Oetarid sadino, S.H. dengan nama "Pengantar Ilmu Hukum), bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut Hukum itu.

     Definisi tentang Hukum, kata Prof. Van Apeldoorn, adalah sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan.

      Kurang lebih 200 tahun lalu Immanuel kant pernah menulis sebagai berikut : " Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht " (masih juga para sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum).

      Sesunguhnya ucapan kant ini masih berlaku, sebab telah banyak benar. Sarjana hukum mencari suatu batasan tentang hukum namun setiap pembatasan tentang hukum yang diperoleh, belum pernah memberikan kepuasan.


2. Pendapat para sarjana tentang Hukum

      Hampir semua Sarjana Hukum memberikan pembatasan Hukum yang berlainan, kata Prof. Van Apeldoorn.

      Penulis-penulis Ilmu Pengetahuan Hukum di Indonesia juga sependapat dengan Prof. van Apeldoorn, seperti Prof. Sudirman Kartohadiprojo, S.H. dan Drs. E. Utrecht, S.H.

      Dalam buku beliau yang berjudul " Pengantar Tata Hukum di Indonesia" (1956), jilid I pada halaman I, Prof. Sudirman Kartohadiprojo, S.H. menulis sebagai berikut, "... Jikalau kita menanyakan apakah yang dinamakan Hukum, maka kita akan menjumpai tidak adanya persesuaian pendapat. Berbagai perumusanlah yang dikemukakan".

      Sebagai gambaran, Prof. Sudirman Kartohadiprojo, S.H. lalu memberikan contoh-contoh tentang definisi Hukum yang berbeda-beda, sebagai berikut :

1) Aristoteles :
     "Particular law is that which each community lays down and applies to its own members. Universal law is the law of nature".

2) Grotius :
     "Law is a rule of moral action obliging to what which is right"

3) Hobbes :
     "Where as law, properly is the word of him, that by right had comand over other".

4) Prof. Mr Dr C. van Vollenhoven :
     "Recht is een verschijnsel in rusteloze wisselwerking van stuw en tegenstuw".

5) Philip S. James, M.A. :
     "Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed upon, and enforced among the members of a given State".


      Masih banyak lagi definisi Hukum dari para Sarjana Hukum lain yang di antaranya diterjemahkan sebagai berikut :

a. Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya "De Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht" :
    "Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan  kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya".

b. Leon Duguit :
   "Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat  sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu".

c. Immanuel Kant :
   "Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan".


      Bahkan Prof. Claude du Pasquier dalam bukunya yang berjudul "Introduction a ala theorie generale et a la philosophie du Droit" telah pernah mengumpulkan 17 buah definisi hukum, yang masing-masing definisi menonjolkan segi tertentu dari hukum.

      Adapun sebabnya mengapa hukum itu sulit diberikan definisi yang tepat, ialah karena hukum itu mempunyai  segi  dan bentuk yang sangat banyak, sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di dalam suatu defenisi, seperti kata seorang bekas Guru Besar Universiteit van Indonesia Dr W.L.G. Lemaire dalam bukunya "Het Recht in Indonesia" :
"...........De veelzijdigheid en veelomvattendheid van het recht brengen niet alleen met zich, dat het onmogelijk is in een enkele definitie aan te geven wat recht is" (Banyaknya segi dan luasnya isi Hukum itu, tidak memungkinkan perumusan hukum dalam suatu definisi tentang apakah sebenarnya hukum itu).

       Selanjutnya Prof. van Apeldoorn dalam bukunya yang telah disebutkan di atas mengatakan, bahwa barangsiapa hendak mengenal sebuah gunung, maka seharusnya ia melihat sendiri gunung itu, demikian pula barangsiapa ingin mengenal Hukum, ia pun harus melihatnya pula.

      Namun jika kita ingin melihat Hukum, kita lalu berhadapan dengan suatu kesulitan, oleh karena gunung itu dapat dilihat, tetapi hukum tidak dapat kita lihat.

      Sesungguhnya kita dapat mengetahui adanya hukum itu, bilamana kita melanggarnya, yakni pada waktu kita berhadapan dengan Polisi, Jaksa dan Hakim, terlebih pula jika kita telah berada di dalam penjara.

      Akan tetapi walaupun Hukum itu tidak dapat kita lihat, namun sangat penting ia bagi kehidupan masyarakat, karena Hukum itu mengatur perhubungan antara anggota masyarakat seorang dengan yang lain, begitu pula perhubungan antara anggota masyarakat itu dengan masyarakatnya. Artinya, Hukum itu mengatur hubungan antara manusia perseorangan dengan masyarakat.

       Perhubungan itu bermacam-macam bentuknya, seperti hubungan dalam perkawinan, tempat kediaman (domisili), pekerjaan, perjanjian dalam perdagangan dan lain-lain. semua perhubungan yang beraneka ragam itu dinamakan perhubungan kemasyarakatan yang diatur oleh apa yang disebut Hukum itu. Dan karena lapangan Hukum itu luas sekali, menyebabkan Hukum itu tidak dapat diadakan suatu defenisi singkat yang meliputi segala-galanya.

       Namun dalam hubungan ini, Prof. Kusumadi Pudjosewojo, S.H. dalam buku beliau "Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia" menulis sebagai berikut :
"Selanjutnya hendaknya diperhatikan, bahwa untuk dapat  mengerti sungguh-sungguh segala sesuatu tentang Hukum dan mendapat pandangan yang selengkapnya, tidak dapat hanya mempelajari buah karangan satu atau dua orang tertentu saja. Setiap pengarang hanya mengemukakan segi-segi tertentu sebagaimana dilihat olehnya".

       Kiranya perlu pula diperhatikan ucapan Prof. Mr Paul Scholten, bahwa hanyalah siapa yang berkali-kali belajar menimbang pendapat hukum yang satu terhadap pendapat hukum yang lainnya, dengan menginsafi bahwa dalam kedua-duanya pendapat itu ada juga sesuatu yang dapat dibenarkan, hanya dialah yang dapat menjadi Sarjana Hukum.


Par. 3. DEFENISI HUKUM SEBAGAI PEGANGAN

1. Beberapa Definisi Hukum

     Sesungguhnyalah apabila kita meneliti benar-benar, akan sukarlah bagi kita untuk memberi definisi tentang hukum, sebab seperti telah dijelaskan para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak.

    Akan tetapi walaupun tak mungkin diadakan suatu batasan yang lengkap tentang apakah hukum itu, namun Drs E. Utrecht, S.H. dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Dalam Hukum Indonesia" (1953) telah mencoba membuat suatu batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari Ilmu Hukum.

    Hanya sekali lagi harus diingatkan, bahwa definisi yang diberikan Drs E.Utrecht, S.H. itu merupakan pegangan semata yang maksudnya menjadi suatu pedoman bagi setiap wisatawan hukum yang sedang bertamasya di alam hukum.

     Utrecht memberikan batasan Hukum sebagai berikut: "Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu".

    Selain Utrecht juga beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnyatelah berusaha merumuskan tentang apakah Hukum itu, yang diantaranya ialah:

a. S.M. Amin, S.H.
    Dalam buku beliau yang berjudul "Bertamasya ke Alam Hukum", hukum dirumuskan sebagai berikut: "Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara".

b. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H.
    Dalam buku yang disusun bersama judul "Pelajaran Hukum Indonesia" telah diberikan defenisi hukum seperti berikut: "Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu".

c. M.H. Tirtaatmidjaja, S.H.
    Dalam buku beliau "Pokok-pokok Hukum Perniagaan" ditegaskan, bahwa "Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian--jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya".


2. Unsur-unsur Hukum

     Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para Sarjana Hukum Indonesia tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan, bahwa Hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
c. Peraturan itu bersifat memaksa
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan tersebut.

3. Ciri-ciri Hukum

     Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu:
a. Adanya perintah dan/atau larangan
b. Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.

     Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. oleh karena itulah hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan Kaedah Hukum.

     Barangsiapa yang dengan sengaja menlanggar sesuatu Kaedah Hukum akan dikenakan Sanksi (sebagai akibat pelanggaran Kaedah Hukum) yang berupa hukuman.

     Hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ialah:
a. Pidana pokok, yang terdiri dari:
    1) Pidana mati
    2) Pidana penjara:
        a) Seumur hidup
        b) Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun) atau pidana penjara selama waktu tertentu
    3) Pidana kurungan, sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya 1 tahun
    4) Pidana denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
    5) Pidana tutupan

b. Pidana Tambahan, yang terdiri dari:
    1) Pencabutan hak-hak tertentu
    2) Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
    3) Pengumuman keputusan hakim


READ MORE - PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA

Recent Post